Allah Sebagai Pribadi
Allah Sebagai Pribadi
… Allah … pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, … Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi. Ibrani 1:1-3.
Allah adalah Roh; namun Dia adalah makhluk pribadi; karena demikianlah Dia telah menyatakan diri-Nya sendiri.
Sebagai makhluk pribadi, Allah telah menyatakan diri-Nya di dalam Anak-Nya. Cahaya kemuliaan Bapa, “dan gambar wujud pribadi-Nya,” Yesus, sebagai Juruselamat pribadi, telah datang ke dunia. Sebagai Juruselamat pribadi Dia pun telah naik ke tempat tinggi. Sebagai Juruselamat pribadi Ia sedang bersyafaat di istana surgawi.
Saya melihat sebuah tahta, dan di atasnya duduk Bapa dan Anak. Saya menatap wajah Yesus dan mengagumi pribadi-Nya yang indah. Pribadi Bapa tidak dapat saya lihat, karena awan cahaya yang mulia menutupi Dia. Saya bertanya kepada Yesus apakah Bapa-Nya memiliki wujud seperti diri-Nya. Dia berkata Ya demikian, tetapi saya tidak dapat melihatnya, karena Dia berkata, “Jika kamu sekali saja melihat kemuliaan pribadi-Nya, kamu tidak akan ada lagi.”
Teori bahwa Allah adalah unsur yang meliputi seluruh alam telah diterima oleh banyak orang yang mengaku percaya Kitab Suci; tetapi, betapapun indahnya, teori ini adalah penipuan yang paling berbahaya…. Jika Allah adalah unsur yang meliputi seluruh alam, maka berarti Dia berdiam di dalam semua manusia; dan untuk mencapai kesucian, manusia hanya perlu mengembangkan kekuatan di dalam dirinya. Teori-teori ini [panteisme, dll.], diikuti dengan kesimpulan logisnya, … menyingkirkan perlunya pekerjaan penebusan dan malah menjadikan manusia penyelamatnya sendiri …. Mereka yang menerimanya berada dalam bahaya besar untuk akhirnya dituntun pada keyakinan keliru bahwa seluruh Alkitab sebagai dongengan belaka ….
Pernyataan tentang diri-Nya yang telah Allah berikan di dalam Firman-Nya adalah untuk kita pelajari. Dari Firman-Nya ini sajalah kita dapat memahami. Tetapi di luar ini kita tidak boleh menyelami lebih jauh…. Tidak seorang pun boleh berspekulasi tentang sifat-Nya. Di sini diam bermakna kefasihan berbicara. Yang Mahatahu itu berada melampaui segala diskusi. –The Faith I Live By, hal. 40